Sabtu, 26 Februari 2011

Tentang RODD dan Penyelesaiannya

DEFINISI

Kata radd berarti i'aadah: mengembalikan. Jika ada kalimat rodda 'alaihi haqqoh artinya a'aadahu ilaih: dia mengembalikan haknya kepadanya.
Dan kata radd juga berarti sharf: memulangkan kembali. Jika ada kalimat rodda 'anhu kaida 'aduwwih:  dia
memulangkan kembali tipu muslihat musuhnya.

Yang dimaksud radd menurut para fuqoha ialah pengembalian apa yang tersisa dari bagian dzawul furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.

RUKUNNYA

Radd tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:
1 Adanya ashhaabul furuudh,
2 Adanya sisa peninggalan,
3 Tidak adanya ahli waris 'ashobah.

PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG RADD

Tidak ada nash yang menjadi rujukan masalah radd; oleh sebab itu para ulama berselisih pendapat tentang radd ini.

Di antara mereka ada yang berpendapat tentang tidak adanya radd terhadap seorang pun di antara ashhaabul furuudh; dan sisa harta sesudah ashhaabul furuudh mengambil furudh (bagian-bagian) mereka itu diserahkan kepada baitulmal bila tidak ada ahli waris 'ashobah.

Ada pula yang berpendapat tentang adanya radd bagi ashhaabul furuudh, bahkan sampai pada suami-isteri menurut kadar bagian masing-masing.

Sedang pendapat lain adalah radd itu diberikan kepada semua ashhaabulfuruudh, kecuali suami-isteri, ayah dan kakek.

Maka radd diberikan kepada delapan golongan sebagai berikut:
1 Anak perempuan
2 Anak perempuan dari anak laki-laki
3 Saudara perempuan sekandung
4 Saudara perempuan seayah
5 Ibu
6 Nenek
7 Saudara laki-laki seibu
8 Saudara perempuan seibu.

Pendapat inilah pendapat yang terpilih. Ini adalah pendapat 'Umar, 'Ali, jumhur sahabat dan tabi'in. Dan inilah mazhab Abu Hanifah, Ahmad, dan pendapat yang dipegang bagi aliran Syafi'i, serta sebagian pengikut Malik, ketika pada saat itu baitul-mal rusak.

Mereka berkata:
Radd itu tidak diberikan kepada suami-isteri karena radd dimiliki dengan jalan rahim, sedang suami-isteri tidak mempunyai hubungan rahim kecuali hanya sebab perkawinan. 
Radd juga tidak diberikan kepada ayah dan kakek karena radd itu ada bila tidak ada ahli waris 'ashobah, sedang ayah dan kakek termasuk ahli waris 'ashobah yang mengambil sisa dengan jalan ta'shib dan bukan
dengan cara radd.

Undang-undang Waris Mesir mengambil pendapat ini, kecuali dalam satumasalah, maka ia mengambil pendapat 'Utsman.

Undang-undang itu menetapkan adanya radd bagi salah seorang suami-isteri, maka suami/isteri yang hidup mengambil bagian dengan cara fardh dan radd. Radd terhadap seorang dari suami-isteri didalam undang-undang itu sesudah dzawul arham. Dalam fasal 30 terdapat ketentuan sebagai berikut:
"Apabila furudh tidak dapat menghabiskan harta peninggalan dan tidak terdapat 'ashobah nasab, maka sisanya dikembalikan kepada selain suami-isteri dari golongan ashhaabul furuudh, menurut perbandingan furudh
mereka. Dan sisa dari harta peninggalan sikembalikan kepada salah seorang suami-isteri, bila tidak didapatkan 'ashobah nasab atau salah seorang ashhaabul furuudh nasabiyah atau seorang dzawul arhaam."

CARA MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH RADD

Caranya ialah bila bersama ashhaabul furuudh didapatkan orang yang tidak mendapatkan radd berupa salah seorang suami-isteri, maka salah seorang suami-isteri mengambil fardhnya dari pokok harta peninggalan. Dan sisa sesudah fardhini adalah untuk ashhaabul furuudh sesuai dengan jumlah mereka bila merekaterdiri dari satu golongan, baik yang ada itu hanya salah seorang diantaramereka seperti anak perempuan. Apabila ashhaabul furuudh itu lebih banyak dari satu golongan, seperti seorang ibu dan seorang anak perempuan, maka sisanya
dibagikan kepada mereka sesuai dengan fardh mereka dan dikembalikan kepada mereka sesuai dengan perbandingan fardh mereka pula.

Adapun bila bersama ashhaabul furuudh tidak didapatkan salah seorang suami-isteri, maka sisa harta peninggalan sesudah fardh mereka dikembalikan kepadamereka sesuai dengan jumlah mereka, bila mereka itu terdiri dari satu golongan, baik yang ada di antara golongan itu hanya seorang ataupun banyak.

Apabila ashhaabul furuudh itu lebih dari satu golongan, maka sisanya dikembalikan kepada mereka sesuai dengan perbandingan fardh mereka. Dengan demikian maka bagian dari setiap ashhaabul furuudh itu bertambah sesuai dengan melimpahnya harta; sehingga dia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh dan radd.

0 komentar:

Posting Komentar

Dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Telah bersabda Rosululloh saw: "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faroidh dan ajarkanlah kepada manusia. Karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun akan diangkat. Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan dan masalahnya tidak menemukan sseorang yang memberitahukannya kepada keduanya" (HR Ahmad).

Kabar Isam

Artikel Terkini