Jumat, 25 Februari 2011

ASHHAABUL FURUUDH: Kakek Yang Shahih

    Kakek ada yang shahih dan ada yang fasid. 

Kakek yang shahih ialah kakek yang nasabnya dengan mayit tidak diselingi oleh perempuan, misalnya ayah dari ayah. 

  Kakek yang fasid ialah kakek yang nasabnya dengan si mayit diselingi oleh perempuan, misalnya ayah dari ibu.

    Kakek yang shahih mendapatkan waris menurut ijma'.

"Dari 'Imran bin Hushain, bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rosululloh saw, lalu katanya: Sesungguhnya anak laki-laki dari anak laki-lakiku telah mati, berapakah aku mendapatkan warisannya? Beliau menjawab: "Engkau mendapatkan seperenam." 

Ketika orang itu hendak pergi, Beliau memanggilnya dan berkata:
"Engkau mendapatkan seperenam." Dan ketika orang itu hendak pergi, maka Beliau memanggilnya dan berkata: "Engkau mendapat seperenam lainnya." 

Ketika orang itu hendak pergi, Beliau memanggilnya dan berkata: "Sesungguhnya seperenam yang lain
itu adalah tambahan." (HR Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi dan dia menshahihkan pula).


    Hak waris kakek yang shahih itu gugur dengan adanya ayah; dan bila ayah tidak ada, maka kakek shahih yang menggantikannya, kecuali dalam empat masalah:

1 Ibu dari ayah itu tidak mewarisi bila ada ayah, sebab ibu dari ayah itu gugur dengan adanya ayah dan mewarisi bersama kakek.

2 Apabila si mayit meninggalkan ibu-bapak dan seorang dari suami-isteri, maka  ibu mendapatkan sepertiga dari sisa harta sesudah bagian salah seorang dari   suami-isteri. Adapun bila kakek menggantikan ayah, maka ibu mendapatkan  sepertiga dari semua harta. 

Masalah ini dinamakan masalah 'Umariyah, karena masalah ini diputuskan oleh 'Umar. 
Masalah ini juga dinamakan gharraaiyyah karena terkenalnya bagai bintang pagi. 

Akan tetapi Ibnu 'Abbas menentang hal  itu, dan katanya: "Sesungguhnya ibu mendapatkan sepertiga dari keseluruhan   harta ; karena firman Allah : 'dan bagi ibunya itu sepertiga'".

3 Bila ayah didapatkan, maka terhalanglah saudara-saudara laki-laki perempuan sekandung, dan saudara-saudara laki-laki serta saudara-saudara perempuan sebapak. Adapun kakek, maka mereka tidak terhalang olehnya. Ini adalah mazhab  Asy-Syafi'i, Abu Yusuf, Muhammad dan Malik. Sedang Abu Hanifah berpendapat bahwa kakek menghalangi sebagaimana ayah menghalangi mereka, tidak ada perbedaan antara kakek dan ayah. Undang-undang Warisan Mesir telah mengambil pendapat yang pertama, dimana dalam pasal 22 terdapat ketentuan berikut:

  "Apabila kakek berkumpul dengan saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara perempuan seibu-sebapak, atau saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara perempuan seayah, maka bagi kakek ini ada dua ketentuan:

  Pertama: Dia berbagi sama rata dengan merekan, seperti seorang saudara laki- laki jika mereka itu laki-laki saja, atau laki-laki dan perempuan, atau perempuan-perempuan yang digolongkan (di'ashobahkan) dengan   keturunan perempuan.

  Kedua  : Dia mengambil sisa setelah Ashhaabul Furuudh dengan cara ta'shib, bila dia bersama dengan saudara-saudara perempuan yang di'ashobahkan oleh saudara-saudara lelaki, atau di'ashobahkan oleh keturunan perempuan menurut furudh atau pewarisan dengan jalan ta'shib menurut ketentuan yang telah dikemukakan itu manjauhkan kakek dari pewarisan  atau mengurangi bagiannya dari seperenam, maka dia dianggap pemilik dari bagian seperenam. Dan tidak dianggap dalam pembagian masalah kakek ini, orang yang terhalang dari saudara-saudara lelaki atau saudara-saudara perempuan sebapak (yang diprioritaskan dalam masalah ini adalah hanya kakek saja,).

0 komentar:

Posting Komentar

Dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Telah bersabda Rosululloh saw: "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faroidh dan ajarkanlah kepada manusia. Karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun akan diangkat. Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan dan masalahnya tidak menemukan sseorang yang memberitahukannya kepada keduanya" (HR Ahmad).

Kabar Isam

Artikel Terkini